Wednesday, January 31, 2007

Faisal Basri dan Sarwono Tolak Syariat Islam

Jelang Pilgub DKI 2007 : Faisal Basri dan Sarwono Tolak Syariat Islam

Jakarta, 31 Juli 2006 16:42
Dua bakal calon gubernur DKI Jakarta, Faisal H. Basri dan Sarwono Kusumaatmaja, menolak pemberlakuan Syariat (hukum) Islam di Indonesia karena negara RI merupakan negara sekuler namun wajib melindungi warga negara dalam menjalankan ajaran agamanya.

"Tidak boleh ada Syariat Islam di Indonesia itu sudah final. Kita sudah komit negara Indonesia sebagai negara sekuler," kata Faisal H. Basri dalam diskusi politik bertajuk "Visi 2012 Calon Gubernur DKI Jakarta" di Jakarta, Senin (31/7).

Namun, perilaku Islami dan kebijakan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam diperlukan untuk membantu pemulihan kondisi Indonesia, katanya.

Kebijakan yang Islami tersebut dapat berupa usaha mengentaskan kaum duafa (miskin) dan undang-undang yang menjamin tidak terjadinya spekulasi tanah seperti yang dilarang Islam, katanya. "Jadi, bukan pada kemasannya saja Syariah Islam," kata bakal calon gubernur DKI 2007 tersebut.

Menurut dia, simbol dan kemasan Syariat Islam cenderung hanya dijadikan alat oleh kelompok tertentu untuk meraih dukungan politik. Sebaliknya, nilai-nilai Islami justru lebih sering ditunjukkan oleh orang Barat dibandingkan orang Islam sendiri.

"Amerika Serikat misalnya lebih Islami dibandingkan dengan negara-negara muslim dalam membuat dan menerapkan kebijakan. Selain itu para praktisi ekonomi syariat dari kalangan non-muslim justru lebih dipercaya dibandingkan dengan yang muslim," kata dosen ekonomi UI itu.

Sementara itu, bakal calon gubernur Jakarta 2007 lainnya, Sarwono Kusumaatmaja, mengatakan, Syariat Islam di Indonesia tidak bisa diterapkan kecuali negara Indonesia diubah terlebih dahulu menjadi negara Islam. "Kalau referendum ada dan ternyata Syariat Islam kalah mereka harus menerima," kata mantan anggota kabinet di era Orde Baru itu.

Di Indonesia, yang perlu dihindarkan adalah peraturan-peraturan yang `diskriminatif` baik yang terkait dengan agama, ras, dan suku, katanya.

Terkait dengan pro-kontra di masyarakat tentang Syariat Islam, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma`ruf Amin belum lama ini mengatakan, di Indonesia, tidak pernah ada peraturan daerah (perda) syariat seperti yang ditakuti beberapa pihak yang tidak mengerti tentang apa itu syariat.

"Yang ada adalah peraturan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai syariat dan itu untuk kebaikan masyarakat, dan telah disetujui oleh banyak partai yang menjadi wakil rakyat," katanya.

Menurut dia, setelah diterbitkannya peraturan-peraturan yang disebut sebagai perda anti-maksiat ini, angka kriminalitas di beberapa daerah cenderung menurun. Ma`ruf menyatakan, tidak ada pertentangan antara Perda-Perda yang menjadi polemik di berbagai media tersebut dengan peraturan di atasnya apalagi dengan Pancasila dan UUD 1945.

"Saya justru melihat adanya upaya membenturkan bahkan menjauhkan Pancasila dengan nilai-nilai agama seperti terlihat dari adanya penolakan, keberatan dan protes tentang Perda yang di dalamnya terkandung nilai anti-maksiat," kata Ma`ruf.

Melalui perda-perda inilah, upaya mengawal dan menjaga akhlak bangsa ini dari penghancuran melalui pornografi dan pornoaksi bisa dilakukan, kata Ma`ruf. [EL, Ant]
Gatra.Com

0 Comments: