Wednesday, January 31, 2007

Depok Rancang Perda Pelacuran dan Miras

Sabtu, 08 April 2006


MUI dan FPI Depok mendukung reperda ini

DEPOK -- DPRD Kota Depok melalui Komisi A kini tengah membahas rancangan peraturan daerah (perda) tentang pelacuran dan minuman keras. Produk hukum di daerah ini mirip dengan yang dimiliki Kota Tangerang.

"Draft raperdanya sudah jadi, kini sudah kita sebarkan ke polisi, MUI, dan elemen masyarakat untuk mendapatkan masukan," kata Qurtifa Wijaya, anggota Komisi A DPRD Kota Depok kepada Republika, Jumat (7/4).

Masukan-masukan itu, lanjut Qurtifa, akan dijadikan pertimbangan lebih lanjut untuk menyempurnakan raperda sebelum diajukan secara resmi ke pimpinan DPRD melalui hak inisiatif anggota dewan. Qurtifa tidak ingin raperda yang bertujuan baik tersebut menjadi pro-kontra di masyarakat lantaran tidak memperhitungkan segala aspek sosial dan hukumnya. Karenanya, kata dia, dua pekan lalu Komisi A juga sudah berkunjung ke DPRD Kota Tangerang untuk melihat sejauh mana perda pelacuran dan miras yang sudah ada di sana.

Rencana penyusunan perda pelarangan pelacuran serta perda pelarangan pengedaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota Depok, mendapat reaksi beragam dari sejumlah elemen di kota ini. Walaupun ada yang mengingatkan agar berhati-hati dalam merancang aturan yang akan berlaku di daerah ini, namun secara umum mereka menerima substansi raperda tersebut.

Dewan Pimpinan Wilayah Front Pembela Islam (FPI) dan MUI Kota Depok, menegaskan dukungannya terhadap pembuatan dua perda anti maksiat tersebut. "Kita senang rencana perda ini sudah sampai pada tahap draft atau rancangan, kita akan dukung terus," kata Ketua DPW FPI Kota Depok, Habib Idrus Hasan Al-Ghadri.

Senada dengan Idrus, Sekretaris Umum MUI Kota Depok, Achmad Nawawi, mengatakan, pihaknya kini juga sedang membahas rancangan dua perda itu untuk kemudian memberikan catatan-catatan masukan mereka. "Kita kritisi hal-hal yang masih lemah, dipertegas, kemudian menambahkan hal-hal yang belum diatur," ujarnya.

Kapolrestro Depok, AKBP Firman Santhyabudi dan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail, mengatakan, selama dua raperda itu merupakan aspirasi masyarakat Depok maka mereka pun akan mendukung. Namun keduanya mengingatkan agar penyusunan perda harus melihat aturan hukum yang berada di atasnya, seperti Undang-Undang dan KUHP. "Jangan nanti menjadi tumpang-tindih," kata Firman.

Nur menambahkan, selaku pejabat negara dia harus menaati aturan sesuai dengan hirarki hukum yang berlaku. "Intinya selama tidak bertentangan dengan undang-undang atau KUHP, pemkot selalu mendukung."

Mengingat pelaksanaan perda sejenis di Kota Tangerang mengundang reaksi pro-kontra di masyarakat, Qurtifa menuturkan, pihaknya akan bertindak cermat dan hati-hati dengan mempertimbangkan semua masukan yang datang. Komisi A, katanya, juga akan meminta masukan dari pakar hukum, pengamat sosial, kaum intelektual, insan pers, budayawan, dan tokoh lintas agama. "Jadi masukannya komprehensif, karena perda ini bukan untuk mengatur kelompok masyarakat agama dan budaya tertentu saja, tapi semua, lintas agama dan budaya," urai Ketua Fraksi PKS ini.

Sementara di Kota Tangerang, Bagian Hukum pemkot setempat telah merancang petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8/2005 tentang Larangan Pelacuran. Salah satu pasal dalam rancangan Juknis dan Juklak itu, yaitu pasal 4 b, menyebutkan larangan terhadap warga berciuman bibir di tempat umum selama minimal lima menit.

Rancangan tersebut selanjutnya akan dikirim ke Biro Hukum Departemen Dalam Negeri untuk didiskusikan. Aturan itu akan menjadi pedoman bagi Dinas Ketentraman dan Ketertiban atau Satuan Polisi Pamong Praja untuk menegakkan perda larangan pelacuran.

Ikhtisar
*Rancangan perda segera dikirim ke Biro Humum Depdagri
*MUI akan kritisi rancangan perda pelacuran di Depok
*Penyusunan perda mendapat reaksi yang beragam dari masyarakat

(c42 )

0 Comments: