Wednesday, March 14, 2007

ICRP - PERDA SYARIAT DAN PEMINGGIRAN PEREMPUAN - KOLOM

11 Agustus 2006 - 03:32 (Diposting oleh: ICRP)
PERDA SYARIAT DAN PEMINGGIRAN PEREMPUAN
Siti Musdah Mulia

I. Pendahuluan

Gagasan awal otononomi daerah (otoda) adalah membangun demokrasi dengan ciri utama partisipasi seluruh masyarakat, termasuk di dalamnya perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat yang selama ini terabaikan. Otoda merupakan suatu bentuk kebijakan yang memberikan kewenangan kepada daerah dalam batas-batas tertentu agar leluasa mengatur wilayahnya menjadi lebih mandiri dan lebih berkembang sehingga masyarakatnya menjadi lebih sejahtera.

Namun, setelah tujuh tahun pelaksanaan otoda yang terjadi alih-alih mensejahterakan, malahan membuat masyarakat, khususnya kaum perempuan terpinggirkan dan jauh dari ukuran sejahtera. Sejak otoda digulirkan sampai akhir Juli 2006 tercatat 56 produk kebijakan perda dalam berbagai bentuk: peraturan daerah, qanun, surat edaran, dan keputusan kepala daerah. Produk kebijakan daerah tersebut secara tegas berorientasi pada ajaran moral Islam sehingga pantas dinamakan Perda Syariat Islam.

Sebagian perda tersebut secara struktural dan spesifik mengatur kaum perempuan. Sayangnya, pengaturan terhadap perempuan bukan dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan, melainkan lebih dimaksudkan sebagai pengucilan dan pembatasan. Perda-perda tersebut meneguhkan subordinasi perempuan; membatasi hak kebebasan perempuan dalam berbusana; membatasi ruang gerak dan mobilitas perempuan; serta membatasi waktu beraktivitas perempuan pada malam hari. Secara eksplisit perda-perda itu mengekang hak dan kebebasan asasi manusia perempuan; menempatkan perempuan hanya sebagai obyek hukum dan bahkan lebih rendah lagi sebagai objek seksual. Perda-perda yang mengandung pembatasan terhadap kedaulatan perempuan dan juga berpotensi melahirkan perilaku kekerasan terhadap perempuan harus digugat dan direvisi karena menyalahi prinsip-prinsip dasar negara Indonesia, yakni Pancasila dan UUD 1945.

Selain itu, produk kebijakan tersebut jelas mengingkari nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) sebagaimana dijabarkan dalam UU Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik. Bahkan, lebih parah lagi perda-perda tersebut menyimpang dari esensi ajaran Islam yang menempatkan manusia, perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai makhluk terhormat dan bermartabat, serta memiliki hak dan kebebasan dasar yang harus dihormati. Pembatasan dan pengekangan terhadap perempuan berarti menegasikan keutuhan kemanusiaan perempuan dan Tuhan pasti tersinggung melihat perempuan, makhluk ciptaan-Nya dimarjinalkan.

ICRP - PERDA SYARIAT DAN PEMINGGIRAN PEREMPUAN - KOLOM